Partner | KAENDRA Tour & MICE

Sabtu, 11 Juni 2011

MEMBACA, MENGINGAT, DAN BERPIKIR TENTANG TUHAN

                Sering kali disaat kita mendengar kata “ membaca “ lalu dikaitkan dengan tulisan atau tekstual, yakni membaca dengan mata, seperti halnya membaca majalah atau koran. Padahal sebenarnya maksud membaca itu tidak hanya sebatas pada tekstual belaka. Melainkan adalah fenomena yang terkandung dari apa yang dibaca. Apalagi bila yang dibaca adalah Kitab suci dari masing-masing agama. Seharusnya, disaat kita membaca Kitab suci tidak hanya sekedar membaca seperti koran atau majalah.
   
 Karena didalam kitab suci, semuanya adalah merupakan pedoman didalam mengatasi permasalahan yang dihadapi didunia. Apalagi bila pedoman itu tidak hanya sekedar terhadap kehidupan sehari-hari belaka. Melainkan secara universal, empirik maupun non empirik. Selanjutnya kita harus mengarah kepada alam semesta serta fenomena yang ada. Meliputi perubahan-perubahan kondisi alam dan seluruh isinya. Baik itu yang menyangkut tentang kehidupan flora dan fauna, termasuk didalamnya bagaimana cara mengantisipasi, bila terjadi perubahan yang ekstrem, yang sekiranya akan menimbulkan perubahan ekosistem.

                Selanjutnya kata “ mengingat” Tuhan, juga bukan merupakan ucapan yang diulang-ulang seperti yang biasa kita lihat selama ini. Disaat kita disuruh “mengingat Tuhan”, lalu karakter Tuhan itu yang dibaca berulang-ulang, serta dilakukan pada setiap saat. Padahal dengan satu kali mengingat karakter Tuhan, sepanjang diresapi  oleh sanubari akan teringat selamanya. Yang terpenting disini, adalah bagaimana cara penerapan karakter Tuhan itu kedalam kehidupan sehari-hari. Dari seluruh karakter Tuhan yang telah merasuk kedalam ingatan, hati dan jiwa, diharapkan bisa menjadikan pedoman didalam melakukan pekerjaan. Dan kemudian untuk kita pilih, dan kita pakai salah satu atau lebih, terhadap karakter Tuhan yang mana yang kita butuhkan, didalam mengatasi masalah yang sedang atau yang akan dihadapi. Akan tetapi bukan berarti disaat mengingat “karakter Tuhan”, lalu karakter itu dibaca berulang-ulang. Melainkan, untuk diterapkan menjadi suatu tindakan seperti karakterTuhan yang kita pilih.


                Begitu pula terhadap kata “ berpikir” mengandung makna, agar setiap orang hendaknya menggunakan akal sebelum melangkah. Baik itu akan melaksanakan pekerjaan, atau menghadapi masalah apapun. Sehingga dengan berpikir, otak dan pikiran akan terlatih secara terus menerus, dan bisa membuat akal semakin pandai dan sehat. Tanpa berpikir, disamping akan selalu ketinggalan didalam hal pengetahuan, juga akan menimbulkan rasa malas. Begitu bangun tidur, otak sudah siap untuk dipakai untuk berpikir. Kalau tidak berpikir, akan ada kecenderungan untuk melamun. Penyakit melamun inilah yang menjadi belenggu akal.


                Selanjutnya didalam berpikir hendaknya diarahkan kepada seluruh alam seisinya, yang kemudian dikaitkan dengan karakter Tuhan itu sendiri. Hal ini bertujuan, agar didalam berpikir senantiasa ada karakter Tuhan didalam hati, didalam jiwa, didalam akal. Karakter Tuhan benar-benar kita butuhkan, agar seluruh buah pikiran, selalu diwarnai eksistensi Tuhan itu sendiri. Disamping itu pikiran akan jernih, begitu pula hati dan jiwa akan jernih dan tajam, untuk menangkap seluruh semiotika(tanda-tanda) Tuhan lewat sandi-sandi alam. Dan tidak akan selalu mengatakan “ hanya Tuhan Yang Maha Tahu”, sementara kita tidak berbuat apa-apa. Sebab, tidak hanya Tuhan, bahkan  kita disaat mengirim morse pada seseorang, tentu pengirim akan berpikir, bahwa penerima morse mengetahui apa makna yang terkandung didalam berita morse.


                Kenapa manusia perlu semiotika Tuhan? Hal itu karena kita berada dialam dunia yang bukan merupakan alam manusia. Jadi, setiap detik kita harus selalu mengetahui tanda-tanda dari Tuhan Maha Pencipta, yang mengutus manusia kedunia ini. Seperti halnya, disaat para Astronout Amerika pergi ke Bulan. Bukankah keberadaan mereka selalu dipantau dari bumi, dan merekapun juga selalu berhubungan dengan Badan Nasa? Begitu keberadaannya tidak bisa dipantau, tentu akan menimbulkan kepanikan luar biasa. Begitu pula pilot pesawat terbang, sejak lepas landas sampai landing, tentu harus selalu berhubungan dengan menara pengawas bandar udara. Dan itupun, masih pula dilengkapi dengan kotak hitam, agar jika terjadi masalah akan diketahui penyebabnya. Terlebih lagi, Tuhan itu sendiri. Kita juga tidak akan bisa mengelak bila ada kesalahan didalam menjalani hidup didunia. Disediakan pula rekaman asli, yang hanya bisa dibuka oleh Tuhan sendiri disaat hari kiamat tiba. Dan kotak hitam pada manusia disebut “ nafsu”, yang setiap detik mengikuti manusia masing-masing. Didalam Islam, ditulis oleh dua malaikat( Atit ddan Rokib) dengan tinta cahaya,  yang bersemayam di bahu kiri, dan bahu kanan manusia.



                Selama ini, banyak diantara kita tidak bisa membaca semiotika alam, karena memang tidak mau repot-repot. Sehingga, kehidupan yang dijalani selalu banyak kendala yang menimbulkan kesusahan dibelakang harinya. Segala sesuatu yang menyebabkan seseorang susah, menderita, dan mengalami sakit yang parah, kecelakaan, bencana, dan sebagainya, disebabkan tidak perduli terhadap semiotika yang ada. Memang betul kausa prima adalah merupakan Kehendak dari Tuhan itu sendiri. Namun, sebelumnya tentu ada peringatan yang berkali-kali, dan diabaikan begitu saja. Baru merasakan disaat ada bencana, setelah banyak korban yang berjatuhan. Padahal, binatang saja sudah merasakan lebih dahulu disaat akan ada bencana. Sehingga, mereka akan berusaha menyelamatkan diri dan kelompoknya, untuk migrasi ketempat lain. Sementara, manusia yang katanya adalah wakil Tuhan, sama sekali tidak mengetahui. Hal ini amat ironis sekali. Kenapa hal ini bisa terjadi? Semua disebabkan, disaat ada semiotika tidak pernah diperhatikan. Dan ini terjadi berulang-ulang. Padahal, Tuhan pasti memberikan alarm akan adanya bahaya. Baik alarm untuk individu maupun kelompok, selalu diberikan tanda-tanda tersebut. Kenapa saya katakan ironis? Karena, binatang yang tidak bisa berpikir, bisa mengetahui adanya semiotika lewat naluri. Sedang manusia, yang dilengkapi akal dan pikiran, serta naluri, sama sekali tidak pernah bisa menangkap semiotika itu. Hal ini, manusia telah salah kaprah didalam menangkap maksud yang terkandung terhadap kata “membaca, mengingat, dan berpikir tentang Tuhan” itu sendiri.



                Kesimpulannya, yang pertama adalah ;  Didalam membaca, mengingat, dan berpikir tentang Tuhan, mempunyai maksud dan tujuan, untuk membaca segala apa yang terjadi diluar tubuh kita. Sedangkan Kitab suci masing-masing agama, hendaknya selalu dijadikan pedoman, guna mencocokkan terhadap semiotika yang kita terima. Yang kedua ; Agar kita semakin tahu, bahwa segala bentuk kejadian apapun yang menimpa pada diri kita, baik senang maupun susah, adalah semata-mata merupakan semiotika dari Tuhan itu sendiri. Dengan demikian, disaat kita mengalami sesuatu hal, adalah merupakan bentuk dari variabel kehidupan, yang memang harus dilalui. Sehingga, disaat kita menikmati kesenangan hidup, tidak akan berlebihan, dan tidak lupa bahwa semua kebahagiaan itu tak akan mungkin diraih jika bukan dari Tuhan. Begitu pula disaat kita mengalami suatu cobaan, ujian, atau fitnah dan musibah, tidak terlalu mengalami penderitaan. Serta, senantiasa sabar, bahkan akan semakin mendekatkan diri kepada Tuhan, walaupun memang sudah dekat. Sehingga, dengan kesabaran akan mengetahui bahwa semiotika dari Tuhan yang ditangkap, semakin mengerti agar dikemudian hari bila ada semiotika sejenis, tidak lagi salah menafsirkan dan bisa diterapkan didalam kehidupan sehari-harinya. Dan ini memang membutuhkan latihan terus menerus sampai kita mati. Karena semiotika Tuhan amat sangat banyak jumlahnya, dan selalu terjadi perubahan, sesuai dengan kondisi kita dan kondisi alam semesta dimana manusia berada.
               
Demikian, dan terakhir saya tutup dengan QS. Ali Imron(3) : 190-191 :
190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. 


Semoga bermanfaat.
  


               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar