Partner | KAENDRA Tour & MICE

Selasa, 28 Februari 2012

SEMBAH JASMANI, SEMBAH RASA, DAN SEMBAH JIWA



Setiap kita mau menghadap Tuhan dengan sembahyang khususnya bagi ummat islam, hendaknya dilakukan dengan khusuk, menyeluruh, jiwa dan raga. Jika tidak khusuk, pikiran kemana-mana, tidak bisa menyatu, rasanya sembahyang itu seperti hambar. Bahkan, banyak diantara kita yang disaat sembahyang pandangan menoleh kekiri dan kekanan, terutama disaat dilakukan di masjid, gereja, di klenteng, di vihara dan lain-lain. Lupa bahwa pada saat itu kita sedang menghadap Tuhan penguasa alam semesta ini. Sehingga wajar saja walaupun kita sudah sembahyang berpuluh tahun, namun masih tetap saja tidak bisa merubah sikap dan perilaku, tetap saja mengalami kesusahan, penderitaan dan lain-lain.


Mengapa bisa demikian?  Menurut saya, hal ini terjadi karena disaat kita sembahyang masih belum menyeluruh, dan hanya sebatas jasmani belaka. Atau andaikan sudah melakukan jiwa dan raga, namun masih belum bisa menyatu antara jasmani, rasa, dan jiwanya. Bisa saja tubuh dan jiwanya sudah satu arah, tetapi “rasa” dan angan-angannya menuju kemana-mana.

Didalam diri manusia ada 3 organ yang wajib sembahyang yakni yang saya istilahkan “ sembah jasmani, sembah rasa; dan sembah jiwa “dengan uraian sebagai berikut :


Sembah jasmani ; adalah tubuh manusia itu harus tunduk dan patuh apa yang menjadi perintah “rasa” yang diterima oleh panca indra, untuk dipancarkan kepada seluruh organ manusia batin, kemudian dikirim kembali kepada tubuh untuk melaksanakan menjadi suatu tindakan, atau suatu perbuatan. Contoh : rasa lapar, rasa dahaga, kemudian tangan bergerak mengambil makanan atau minuman. Inilah yang dikatakan “ sembah jasmani”. Jika saat lapar dan rasa dahaga sudah muncul, tetapi tangan tidak bergerak, dikatakan bahwa jasmani tidak tunduk dan patuh terhadap rasa, berarti tubuhnya tidak mau menyembah. Seperti halnya orang yang badannya lumpuh karena stroke, itu termasuk tubuh sudah tidak mau menyembah, sehingga mengalami penderitaan. Jelasnya, seluruh masalah-masalah yang menyebabkan pada penyimpangan terhadap raga seperti terkena penyakit apapun terhadap organ manusia, menunjukkan bahwa jasmani tidak mau menyembah.


Yang menjadi masalah : Mengapa tubuh tidak mau menyembah, sehingga apa yang diperintahkan “rasa” tidak dipatuhi? Kemungkinan besar karena “rasa” hanya memerintah saja, tetapi tidak pernah mencukupi apa yang menjadi kebutuhan “jasmani”. Atau jika memberi, tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh. Sehingga bagaimana mungkin raga akan patuh, kalau hanya sekedar disuruh-suruh saja. Disaat tubuh sudah letih dan ingin tidur, tetapi masih saja disuruh kerja dan bangun, dan “rasa” malah memikirkan dirinya sendiri, akhirnya “ tubuh” akan mogok kerja. Kita tinggal membayangkan jika “tubuh” mogok kerja, akibatnya akan parah. Seperti halnya buruh yang disuruh kerja keras, tetapi upah yang diterima tidak seimbang, tentu akan demonstrasi. Begitu pula yang terjadi pada jasmani manusia, wujud penolakan yang dilakukan adalah membuat diri tubuh menjadi sakit, atau mencari alasan yang tepat untuk membangkang yakni memanggil penyakit, sehingga seluruh anggota tubuh lahir dan batin ikut menanggung sakitnya, sampai kebutuhan jasmani diperhatikan kembali.


Sembah rasa ;  adalah “rasa” manusia, harus tunduk dan patuh apa yang diperintah oleh jiwa manusia, untuk menangkap, menerima segala hal, baik dari luar tubuh maupun dari dalam tubuh, yang berbentuk energi materi maupun non materi, lewat ego yang ada di hati manusia, Kemudian energi tadi dipelajari, diteliti, diolah sedemikian rupa kemudian dikirim kedalam nafsu yang tempatnya di liver manusia, yang jumlah dan jenisnya sesuai dengan yang diperintah oleh jiwa. Setelah itu dikirim ke otak kanan, dan dilanjutkan ke otak kiri, kemudian keluar menuju seluruh anggota tubuh manusia, sesuai dengan kebutuhan manusia lahir dan batin. Inilah yang dikatakan dengan istilah “sembah rasa”.


Keadaan ini, dimana “rasa” akan selalu tunduk dan patuh pada jiwa, serta bisa bekerja sesuai yang telah digariskan, apabila rasa senantiasa dibimbing, dan dipercaya oleh jiwa. Dan jiwa tidak terburu-buru untuk mengambil keputusan sebelum “hati” melihat secara jelas apa yang harus dikerjakan. Apalagi jika jiwa memutuskan secara sepihak, mentang-mentang karena memiliki kewenangan dan kekuasaan yang mutlak, tidak perduli salah dan benar, langsung mengambil tindakan untuk melaksanakan apa yang menjadi kehendaknya. Padahal jumlah energi yang ditampung didalam “rasa” masih belum sempurna diolah di hati. Tetapi langsung memerintahkan nafsu, agar dikirim ke otak yang ada di kepala, dan “rasa” ditinggalkan begitu saja. Akibatnya, apa yang terjadi? Lambat laun, “rasa” akan membangkang, tidak mau lagi tunduk dan patuh, apa yang menjadi kemauan jiwa. Andaikata mau melaksanakan, tetapi hanya sebatas pemanis bibir saja, yang penting bapak senang, padahal masih belum sempurna  warna rasa yang terbentuk. Dan bisa ditebak, akhirnya menimbulkan kecewa, menderita, jiwanya dibuat penasaran, ketakutan, pemarah, putus asa, dan hati akan terkunci, tidak mau melihat, membaca, dan mendengar secara benar. Apa artinya diberi tugas, tetapi tidak dipercaya, serta hanya sebagai pelengkap penderita belaka, lebih baik semua harus menderita, kalau hanya nafsu saja yang dipercaya. Dan jika nafsu sudah seperti ini, ibarat pagar makan tanaman. Padahal fungsi nafsu hanya sebagai robot belaka. Orang yang stress, sakit jiwa, bunuh diri, menjadi jahat, dan segala perbuatan negatif, adalah merupakan akibat dari  “organ rasa” untuk tidak tunduk dan patuh, atau sudah tidak “ sembah rasa “.


Sembah jiwa; Adalah merupakan pemimpin tertinggi didalam diri manusia, yang tugasnya untuk memimpin dan mengendalikan, serta duduk bersama-sama dengan  “hati” sebagai wakil dari seluruh perangkat yang ada didalam diri manusia. Dan memberi kepercayaan kepada  “hati” untuk berada di garis depan. Dengan tugas untuk menerima, dan mengirimkan seluruh berita dari luar, maupun dari dalam tubuh, bersama para menteri kabinet bernama  “warna rasa”. Terutama terhadap segala kebutuhan aparatnya (manusia lahir dan batin), berupa energi materi, maupun non materi. Setelah “warna rasa” mendapat gambaran yang tepat terhadap energi yang dibutuhkan, barulah jiwa mengambil langkah-langkah,  sesuai dengan  petunjuk dari Dewan Perwakilan Rakyat yang ada didalam tubuh yang disebut Ruh. Sebab Ruh ini merupakan duta dari Tuhan, dan mengetahui persis apa yang dikehendaki, dan apa yang dilarang oleh Tuhan. Dan inilah yang saya sebut “Sembah jiwa”.


Selama ini yang terjadi, masih banyak manusia pemilik jiwa, tidak mengindahkan apa yang pernah diamanatkan oleh Tuhan lewat Ruh. Padahal ketika didalam kandungan, telah bersaksi akan senantiasa mematuhi, serta mau tunduk dan patuh kepada Tuhan. Tidak ada yang disembah selain Tuhan, serta mengakui bahwa Ruh adalah utusan Tuhan. Setelah mendengar kesaksian itu, dengan disaksikan Ruh, maka jiwa dilantik sebagai presiden, dengan  keistimewaan yang besar untuk mengelola seluruh alam semesta ini demi kemakmuran, dan kesejahteraan, dari seluruh rakyatnya yang bernama manusia “lahir dan batin”.  Dan untuk lebih memperlancar serta memudahkan tugasnya, jiwa dibantu oleh wakil presiden disebut “Hati”. 


Namun kenyataannya, setelah jiwa dilantik menjadi pemimpin, apa yang pernah diucapkan itu telah dilanggar. Jika jiwa tidak mengindahkan apa yang telah diundangkan Tuhan lewat Ruh, berarti jiwa tidak tunduk dan patuh, sehingga jiwa bisa diberhentikan ditengah jalan  atau diberi hukuman berupa impeachment.Yang semula jiwa manusia menjadi makhluk sempurna, akan menjadi makhluk yang hina dina. Dan, bisa saja manusia pemilik jiwa itu akan menderita, serta sengsara hidupnya. Atau bahkan Tuhan akan menyuruh Ruh sebagai duta, untuk pergi meninggalkan tubuh manusia, yang menyebabkan manusia akan mati.


Jadi, inti  dari “sembah jiwa” adalah, bagaimana jiwa  harus mengelola seluruh rasa yang dimiliki, dengan mengikuti apa yang menjadi kehendak Tuhan, yang sudah diprogram lewat duta Tuhan, yakni Ruh manusia. Kemudian secara bersama-sama antara jasmani, rasa, dan jiwa, untuk selalu menyembah kepada Tuhan, tidak hanya lewat kata-kata yang telah diundangkan belaka. Akan tetapi, sekaligus merupakan suatu tindakan yang nyata, berupa perbuatan yang bermanfaat, baik bagi dirinya, maupun bagi sesama. Jika hal ini selalu dilakukan secara terus menerus tanpa terhenti, maka manusia tidak akan mendapatkan kesulitan hidup didunia. Dan antara jasmani, rasa, serta jiwa, harus selalu seiring dan sejalan, didalam mengabdi kepada Tuhan. Khususnya didalam mewujudkan eksistensi Tuhan itu sendiri, sekaligus didalam menjaga ekosistem alam semesta, sesuai dengan yang telah digariskan kedalam kodrat masing-masing.


Kesimpulannya : Jika kita menginginkan kehidupan yang penuh kemudahan, serta tidak akan mengalami penderitaan, dan selalu mendapatkan jalan yang lurus, maka dibutuhkan latihan secara kontinyu untuk melaksanakan: sembah jasmani; sembah rasa, dan sembah jiwa. Dengan demikian kita akan selamat, baik didunia, maupun dihari kemudian, setelah kita meninggal.



Semoga bermanfaat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar