Partner | KAENDRA Tour & MICE

Jumat, 02 Maret 2012

ANTARA BENIH KEBENCIAN DAN KEBAJIKAN


Mengapa diantara kita begitu gampangnya membenci seseorang terhadap hal-hal yang tidak begitu berarti? Tidak sadarkah, bahwa dengan membenci seseorang, sama halnya telah menanamkan “benih kebencian” itu kedalam rasa kita, sehingga menimbulkan “rasa benci”. Lalu apa yang terjadi, jika “benih kebencian” itu tumbuh subur menjadi “pohon kedengkian”, yang kemudian berbuah “dendam”?
Jika sudah demikian, “buah dendam” itu akan dipetik orang, dan tentu watak buah, akan merasuk juga kedalam hati orang yang memetik, yang lambat laun akan tertanam “benih kebencian” itu pada diri mereka kepada kita.

Lalu, bagaimana seandainya “buah dendam” itu tidak ada seorangpun yang memetik? Maka sudah barang tentu, “buah dendam” akan kembali tertanam semakin banyak didalam hati, sehingga tidak ada lagi ruang kosong, untuk menanam “benih rasa” yang lain. Sehingga, bagaimana mungkin kita bisa menanam “benih kebajikan”, sedangkan “ruang rasa” telah terpenuhi kebencian yang merupakan racun bagi kita. Dan, bagaimana mungkin akan ada orang lain yang akan berbuat kebajikan, sementara kita memang tidak pernah menanam “benih kebajikan”.

Oleh karena itu, jika secara tidak sadar tertanam “benih kebencian” didalam rasa, segeralah dicabut, dan ganti dengan “benih kebajikan”. Carilah benih kebajikan itu diluar tubuhmu, dari mereka-mereka, yang sekiranya memiliki benih kebajikan, sehingga akan tumbuh menjadi pohon kebahagiaan serta berbuah keindahan.

Jika begitu mudah mencari benih kebencian, yang semula tidak ada pada diri kita, sudah barang tentu benih kebajikan akan mudah pula didapatkan. Kalau begitu mudah memberikan pupuk terhadap benih kebencian hingga tumbuh subur, lantas apa bedanya jika kita juga memberikan pupuk terhadap benih kebajikan?


Dan juga, mengapa kita sering tidak berlaku adil terhadap rasa yang tertanam didalam diri kita? Yaitu disaat merasakan sesuatu kebahagiaan, walaupun kebahagiaan itu amat besar, dan sering kali terjadi, kenapa tidak pernah lama untuk merasakan kebahagiaan itu didalam hati? Sedangkan disaat merasakan penderitaan yang kecil, dan hanya sesaat, kenapa kita selalu membiarkan rasa menderita itu tetap tinggal begitu lama dihati? Bahkan bila mana perlu, selalu diingat-ingat, selalu dibicarakan, dan selalu ditahan untuk tetap bersemayam, walaupun penderitaan itu telah lama berlalu.

Semoga bermanfaat.

2 komentar:

  1. Lingkungan memang juga amat besar pengaruhnya thd tertanamnya dan pertumbuhan benih itu di dalam hati kita. Utk mematikan benih yg sdh tertanam itu, saya suka mengingat kebaikannya saja shg pelan2 benih itu akan mati. Benarkan Om. Tks atas penjelasannya.

    BalasHapus
  2. Betul sekali. Akan tetapi sebenarnya yang pegang peranan bukanlah lingkungan, melainkan jati diri kita sendiri. Sebab bukankah lingkungan itu adanya dari kecocokan kita sendiri? Mungkinkah seseorang yang tidak cocok akan lingkungan, akan tetap bertahan? Dan jika diteruskan tentu akan stress. Terkecuali jika kita berniat untuk merubah lingkungan itu sendiri.

    Tetapi mampukah akan merubah lingkungan sebelum kita merubah diri sendiri?

    BalasHapus