Partner | KAENDRA Tour & MICE

Minggu, 08 Mei 2011

IMAN, YAKIN, TAQWA, ISLAM, DAN IHSAN



 Setiap orang  didalam mengerjakan sesuatu hal dibutuhkan suatu perencanaan yang matang, agar nantinya bisa mencapai hasil yang maksimal. Perencanaan yang dibuat, tentu akan melihat situasi dan kondisi pekerjaan yang akan dihadapi, supaya bisa sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing orang tersebut. Begitu pula halnya dengan agama. Manusia yang tinggal dimuka bumi, tentu juga dilengkapi dengan perangkat yang sesuai pula dengan situasi dan kondisi bumi, dimana manusia menjalani hidup dan mengisi kehidupannya. Dengan begitu, arah tujuan manusia yang memang dikondisikan sebagai khalifah dimuka bumi, bisa hidup dengan penuh ketenangan, dan ketentraman, untuk menjalani roda kehidupan. Sebagaimana yang telah dikehendaki oleh Tuhan sendiri, sebelum pulang ke sisi Allah, dengan membawa oleh-oleh dari tour of duty di dunia. Berhubung alam dunia bukan alam manusia, maka manusia  dilengkapi dengan 5 perangkat dominan, meliputi Iman(pedoman), Yakin(percaya), Taqwa(setia/tunduk dan patuh),Islam(pasrah,damai), dan Ihsan(kebajikan). Kesemuanya ini dikemas dalam jiwa yang dikatakan Kitab yang tersirat dan tersurat. Bila 5 perangkat ini dilakukan dengan sepenuhnya, maka dikatakan orang tersebut telah beragama. Jadi, agama adalah merupakan tujuan manusia hidup dimuka bumi, serta merupakan satu-satunya jalan, supaya bisa kembali kepada Tuhan. Namun karena “salah kaprah” didalam memahami agama itu sendiri, dan selalu dibiarkan berabad-abad, akhirnya banyak menimbulkan persilangan pendapat. Baik salah kaprah didalam mengartikannya, maupun didalam “ cara” menjalani agama itu sendiri. Mestinya, untuk mempersempit salah kaprah, terlebih dahulu kita meninjau dari segi ethimologi (ilmu bahasa), kemudian barulah kita meninjau dari segi kontektual, dan substansi, kenapa agama itu diturunkan. 





Dari judul diatas, kalau kita sedikit teliti,  kata “ Yakin”,Taqwa, Islam, dan Ihsan, terdiri dari 5 huruf. Artinya, bahwa didalam memahami sesuatu, kita sebagai manusia tidak boleh lepas dari akal, dan pikiran. Karena adanya kata yang masuk kedalam diri kita, pasti diterima atau ditangkap lebih dahulu oleh panca indra, yang juga terdiri dari 5 huruf, seperti yang telah saya tulis beberapa waktu yang lalu. Adapun “iman” terdiri dari 4 huruf, yang memang merupakan dasar, atau pedoman untuk dikembangkannya oleh “Jiwa”(soul) yang juga sama-sama 4 huruf. Pengembangannya lewat mana? Jawabnya adalah: lewat perangkat manusia, yang juga 5 huruf. Yakni “ nafsu”. Siapa yang membantu mengembangkannya? Jawabnya adalah akal, yang juga 4 huruf, sama dengan iman. Dan supaya pengembangannya tidak salah jalan, maka harus dibantu oleh indra keenam, untuk berhubungan dengan yang 3 huruf yaitu “Roh” yang telah ditiupkan oleh Allah pada manusia. Jadi, karena watak Roh adalah Ilahiyah, maka tidak akan mungkin salah jalan, kearah yang negatif menjadi keadaan, yang juga 5 huruf. Antara lain : susah, sedih, sesat, gagal, kafir, dan lain-lain.
Apa yang dimaksud iman?  iman, adalah merupakan pedoman, pendulum, patron, kompas, disaat kita berada didalam suatu keadaan yang penuh kegelapan. Tidak tahu arah, tidak tahu apa yang harus dikerjakan etc. Sehingga tanpa adanya iman ini, manusia tidak bisa berbuat apa-apa. Jumlah iman ini amat banyak sekali, ribuan, bahkan mungkin jutaan, yang tentunya akan menyulitkan kita didalam memilihnya. Jadi, iman yang dimaksudkan didalam Al Qur’an  adalah merupakan pedoman, supaya kita manusia, benar-benar bisa mencapai dalam keadaan “islam” secara menyeluruh, sempurna antara jiwa dan raga ( kaffah). Disamping itu, supaya manusia sejak lahir didunia, sampai kembali pada Tuhan dalam keadaan selamat, maka manusia diberikan tuntunan, atau pedoman tata urutan iman, dari yang teratas menuju yang terbawah, yang dikatakan “rukun iman”, yang pasti akan dilalui, baik percaya maupun tidak. Isinya adalah meliputi 6 rukun atau 6 jenjang. Yakni : 1. Percaya adanya Allah; 2. Percaya adanya Malaikat ; 3 Percaya adanya Nabi dan Duta(Utusan Tuhan) ; 4. Percaya adanya Kitab-kitab Allah; 5. Percaya adanya takdir baik dan takdir buruk ; 6. Percaya adanya hari Kiamat. Nah, dari keterangan inilah yang kemungkinan besar dimulai adanya salah kaprah tadi, bahwa iman diartikan sebagai Percaya. Memang,  isi dari iman itu adalah percaya atau yakin, terhadap 6 hal tadi, tidak ada yang lain. Sehingga untuk memudahkannya, lalu diambil kesimpulan bahwa iman itu adalah percaya. Setelah dikejar dengan pertanyaan lagi “ kalau iman itu percaya, lantas “ yakin” itu apa? Jawabnya, malah membuat saya jadi ketawa. Yakni dikatakan kalau yakin itu, percaya diatasnya percaya. Atau, ada yang mengatakan, bahwa yakin adalah setelah diresapi oleh hati, dan dijalankan dengan sungguh-sungguh. Akhirnya, penjelasan ini malahan membuat arti yang semakin membingungkan. Padahal, yang dimaksud Yakin,  merupakan urusan hati masing-masing orang, disaat melihat suatu keadaan, baik dan buruk, benar, dan salah, dan lain-lain. Dan itupun masih tergantung pada orangnya. Tingkatan yakin, juga masih ada ketergantungan kepada beberapa hal, antara lain meliputi : 1. Tergantung pada siapa yang menyampaikan berita, atau kejadian; 2. Melihat sendiri atau tidak ; 3. Apa tujuan penyampai berita tersebut ; 4. Bagaimana kebiasaan, dan perilaku orang tersebut, bisa dipercaya atau tidak. Jadi, bila mengharap agar kita percaya atau tidak, tergantung antara subyek dan obyek. Sedangkan iman, tidak mengenal subyek dan obyek, melainkan memang merupakan suatu keadaan yang tidak pernah berobah sampai kapanpun juga. Seperti adanya arah Timur, selatan, barat, utara dan lain-lain. Semua orang, tentu akan memakainya, tentang adanya arah itu. Termasuk arah kiri, kanan, muka dan belakang. Adapun tentang arahnya, benar dan salah tergantung situasi dan kondisi orangnya. Seperti halnya disaat kita berada ditempat asing, dihutan belantara, ditengah lautan dan sebagainya. Bukankah kita kadang kebingungan untuk menentukan, mana arah barat, arah sholat dan sebagainya? Inilah yang dikatakan yakin .
Jadi, khusus untuk yakin, ada 4 tingkatan. Yakni :1. yakin (percaya begitu saja tanpa mengalami sendiri) ; 2, Ainul yakin (percaya yang sudah melihat sendiri); 3. Haqqul yakin( Percaya disamping telah melihat dan telah membuktikan, serta merasakan, atau mengalaminya sendiri) ; 4. Arkhanul yakin( percaya, karena kejadiannya telah berulang-ulang, secara terus menerus, seperti adanya siang dan malam, adanya waktu dan lain-lain). Perbedaan antara iman, dan yakin, adalah : Kalau iman, telah tertanam didalam jiwa manusia sejak dalam kandungan, tanpa membutuhkan bukti, dan ini merupakan sifat dari rasa, berupa naluri. Seperti halnya disaat kita dicubit akan terasa sakit. Apa masih harus berpikir lebih dahulu untuk mempercayai kalau dicubit itu sakit? Yang menjadi masalah, adalah justru disaat dicubit tidak merasakan sakit, malah akan membuat tidak percaya. Dan tentu akan berulang-ulang untuk dicubit. Bila ternyata benar tidak merasakan sakit, tentu akan panik, dan akan beranggapan, bahwa ada kelainan didalam dirinya, lewat pedoman atau iman tadi. Jadi, perbedaan antara keduanya adalah : kalau iman datangnya dari dalam diri manusia sejak dini. Sedangkan yakin, datangnya dari luar tubuh, untuk dicocokkan dengan apa yang ada didalam tubuhnya.
Selanjutnya, taqwa(setia/  tunduk dan patuh, adalah menyangkut pelaksanaan pekerjaan, bersikap, dan berperilaku dalam sehari-harinya, dengan berpedoman kepada rukun iman. Dan ini bila dilaksanakan terus menerus, baik didalam mengalami suatu peristiwa yang menyenangkan, ataupun tidak. Berupa musibah, maupun anugerah, kita sebagai manusia tidak akan kaget. Serta, tidak akan mengalami suatu keadaan, yang membuat  jiwa manusia terguncang, ataupun berlebihan memunculkan rasa, yang menimbulkan warna, atau getaran perasaan. Sebab hal ini akan menimbulkan guncangan, dan perubahan pula pada nafsu manusia yang harus dipimpinnya. Sama halnya, disaat kita sebagai pemimpin suatu perusahaan, suatu instansi pemerintah, maupun swasta, jika mengalami sesuatu keadaan gembira, atau sedih yang berlebihan, didepan karyawan. Hal ini, tentu akan pula mempengaruhi, pada sikap dan prilaku karyawan. Jika keadaan ini terus berkelanjutan, bukankah juga akan merubah pula karakter karyawan seperti diri kita sendiri? Bila kita sebagai pemimpin baik, karyawan ikut baik, bila pemimpin jelek, karyawan ikut jelek. Bahkan, dapat pula melebihi diri kita sendiri kejelekannya. Jika kita kasar pada orang lain, kemungkinan besar karyawan kita akan lebih kasar. Semata-mata adalah untuk menunjukkan, serta mengambil hati pada pemimpinnya. Padahal, belum tentu pemimpin menghendaki begitu. Ini pulalah yang terjadi pada nafsu manusia. Sehingga, tidak salahlah bila Tuhan meminta pertanggung jawaban jiwa manusia dihari kiamat nantinya.
Dari uraian ini, dapat ditarik garis merah, bahwa antara iman, yakin, dan taqwa, merupakan satu kesatuan, yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain, serta tidak boleh dikurangi salah satunya. Jadi, dalam segala perbuatan apapun, harus dilandasi dari iman. Iman, merupakan perangkat dasar yang terdiri dari 4 huruf, berisi 6 jenjang(rukun) iman, mengandung  semiotika, bahwa iman adalah perangkat untuk otak kanan( indra keenam). Sedangkan yakin ( 5 huruf), merupakan perangkat untuk otak kiri, untuk berpikir terhadap segala masalah, yang keluar dan masuk dari jiwa, lewat panca indra. Karena iman yang lahir dahulu, atau yang lebih dulu ada, maka semuanya harus terlebih dahulu dicocokkan dengan 6 jenjang iman tadi. Bila tidak, manusia akan mengalami suatu mala petaka yang amat besar. iman atau pedoman, tidak boleh dilanggar, atau diingkari. Sebegitu diingkari, maka lambat laun akan merusak seluruh perangkat manusia, baik jiwa maupun raganya. Seperti halnya mobil yang oleh pabrik ditentukan harus diisi bensin, memakai oli, harus dengan kecepatan maksimal 150 km/jam, dan lain sebagainya. Bila kita melanggar pedoman yang ditentukan pabrik mobilnya, pasti mobilnya akan mengalami kerusakan. Bahkan, bisa berakibat fatal pada pengendaranya. Begitu pula gambaran tentang iman manusia. Selanjutnya, apabila iman dan yakin ini sudah menyatu menjadi wujud perencanaan(niyat), diperlukan taqwa. Arti taqwa, bukan takut karena terpaksa, atau takut dimasukkan neraka. Melainkan “tunduk dan patuh”tanpa adanya rasa terpaksa, tetapi karena suatu keharusan untuk menjalankannya. Dan siapakah yang menjalankan taqwa ? jawabnya adalah “Jiwa” dibantu oleh perangkat nafsu yang jumlahnya juga 4 nafsu( ini akan saya tulis tersendiri). Tanpa adanya nafsu, bagaimana mungkin akan menghasilkan suatu karya atau perbuatan? Bila ada orang yang mengatakan nafsu itu jahat, nafsu itu liar, nafsu itu membuat manusia serakah, nafsu membuat orang ingkar pada Tuhan, dan lain-lain.  Itupun bukan  karena sebab, melainkan merupakan suatu akibat belaka. Jadi mungkinkah akan ada kehidupan tanpa adanya nafsu? Bagaikan hidup tanpa adanya kehidupan. Jadi, Jiwa dan nafsu membentuk suatu rencana, suatu impian menjadi kenyataan. Yang semula wujudnya anti materi, menjadi materi. Yang semula hanya berwujud energi, berubah bentuk menjadi materi, atau bahkan sebaliknya. Yang semula materi, berobah menjadi energi.
Kemudian, bila iman, yakin, dan taqwa ini dijalankan terus menerus, masing-masing perangkat akan berkembang, atau memuai dengan sendirinya. Sehingga, akan bertambah juga nilai yang ada pada ketiga komponen ini, serta akan tercapai, apa yang menjadi tujuan dasar Jiwa manusia, yakni “ Islam”. Bila tujuan dasar jiwa, sudah tercapai, maka titik kulminasi, pasti juga akan tercapai. Yaitu mengarah pada jiwa dan raga.  Sikap dan perilaku(budi pekerti), tutur kata yang luhur, hasil karya dan perbuatannya, akan selalu mengarah pada kebajikan yang dikatakan “Ihsan”. Dengan demikian, manusia akan senantiasa seimbang, antara lahir dan batin, serta dalam keadaan NOL(kosong) seperti saat dilahirkan. “ In ahsantum ahsantum lianfusikum, in asa’tum falaha”. Semoga bermanfaat.


2 komentar:

  1. Asskm Ustd. Terima kasih ya..

    Semoga menjadi amal sholeh, saya izin kutip intisarinya

    BalasHapus
  2. Anonim @ Alhamdulillah, aamiin. T.kasih telah berkunjung kemari, dan semoga bermanfaat.Silahkan jika berkenan untuk mengutipnya.

    BalasHapus