Partner | KAENDRA Tour & MICE

Rabu, 15 Juni 2011

ARTIKULASI UJIAN DAN COBAAN



            Bahasa, diciptakan  sebagai alat komunikasi antara manusia yang satu dengan yang lain. Konon menurut sejarah, induk dari seluruh bahasa di dunia asalnya dari Afrika. Secara etimologi, bahasa disamping sebagai alat komunikasi, juga untuk menyampaikan ungkapan dari pikiran, serta perasaan.  Dari dunia belahan barat, pada umumnya lebih dominan dipakai untuk mengungkapkan, apa yang ada didalam pikiran. Sedang bagi dunia belahan timur khususnya Indonesia, lebih dominan dipakai untuk mengungkapkan, apa yang ada didalam perasaan. Sehingga, kalau didunia barat, bahasa untuk otak kiri, kalau didunia timur, bahasa untuk otak kanan.
            Berawal dari adanya  perbedaan itulah, akhirnya banyak orang yang salah kaprah, didalam menafsirkan suatu kata. Sehingga sering terjadi kerancuan, didalam mencerna maksud, dan tujuan kata itu diucapkan. Seperti contoh dua kata diatas yakni : ujian, dan cobaan.  Jika dilihat secara sepintas, artikulasi ujian, dan cobaan adalah sama. Padahal keduanya tidak sama. Apalagi, jika kata itu dihubungkan dengan agama . Maka tidak tepat, jika disaat seseorang mengalami suatu musibah, dikatakan bahwa orang itu sedang mendapat ujian dari Tuhan. Apa sebabnya ?


            Ditilik dari segi bahasa, ujian berasal dari kata dasar  “uji”, sedang cobaan, berasal dari kata “ coba “. Dari sini, baru nampak jelas, bahwa arti uji, dengan coba, amat berbeda. Untuk lebih jelasnya sebagai berikut :
Ujian :
1.      Kata “uji”, bila diberi awalan me, berarti ada orang lain yang menguji, berarti ada daya pemaksa. Disamping itu, ujian diberikan karena ada suatu keinginan dari kedua belah pihak, baik untuk pihak yang menguji maupun pihak yang akan diuji ;

2.      Hasilnya akan sama-sama diketahui, baik bagi yang menguji maupun yang diuji ;

3.      Materi yang diuji menyangkut otak kiri, yang berhubungan dengan kecerdasan didalam memahami suatu keadaan, serta bersifat tekstual ;

4.      Ujian, terdiri dari 5 abjad (huruf), berarti seluruh materi pasti akan melibatkan panca indra, yang semata-mata untuk kebutuhan otak kiri.

5.      Hasil akhir dari ujian, adalah pengakuan dari pihak yang menguji, tentang sampai sejauh mana kesanggupan orang yang akan mendapat ujian, dengan mendapat nilai tertentu.


Cobaan :
1.      Sesuai dengan artinya mencoba, berarti tidak ada daya pemaksa dari kedua belah pihak. Serta, lebih bersifat pada unsur kesadaran bagi pihak yang mengalami cobaan;

2.      Yang mengetahui dan merasakan hasilnya, adalah orang yang mendapat cobaan itu sendiri. Serta, akan menjadi suatu pengalaman. Tidak mendapat ijazah, tidak mendapat pengakuan, namun bisa langsung pada sikap, dan perilaku, serta jiwa seseorang yang mendapat cobaan. Bisa lebih tabah, lebih sabar, lebih bijaksana dan lain-lain ;

3.      Materi yang diberikan bukan yang menyangkut terhadap teori, melainkan langsung menyangkut praktek. Bisa menyangkut otak kiri, otak kanan, atau perpaduan antara keduanya ; Intinya menyangkut masalah kontekstual dan substansi ;

4.      Cobaan, terdiri dari 6 abjad(huruf), sehingga materi cobaan lebih menyangkut kepada penggunaan indra keenam, berarti untuk otak kanan ;

5.      Hasil dari cobaan, berupa hikmah dan anugerah, serta tidak ada unsur pengakuan. Baik dari yang mengalami cobaan, maupun yang memberi cobaan.

Dengan adanya perbedaan antara ujian dan cobaan, maka jelas sekali, bahwa disaat mendapatkan suatu musibah, tidak tepat jika dikatakan kita sedang mendapat ujian dari Tuhan. Sebab, konotasi dari kata “menguji”, berarti Tuhan tidak mengetahui sampai sejauh mana kemampuan kita sebagai manusia. Lalu, bagaimana hubungannya dengan Firman yang mengatakan bahwa Tuhan maha mengetahui? Yang tepat adalah, kita sedang mendapat cobaan. Disamping itu, karena tidak adanya daya pemaksa ini, mestinya kita sebagai manusia, tidak harus menanggung beban, yang membuat kita susah dan menderita. Sepanjang kita menjalani dengan penuh kesadaran, terhadap cobaan demi cobaan yang ada, maka tidak ada sesuatupun yang berat hidup didunia. Yang penting tidak ada rasa enggan dan malas untuk menjalani cobaan. Apalagi Tuhan sudah menjanjikan, bahwa seseorang tidak akan mungkin mendapatkan cobaan melebihi kemampuannya.


 Yang amat ironis sekali, disaat kita mendapat ujian dari sekolah, kita tidak pernah merasa menderita. Mari kita renungkan!  Disaat akan ikut ujian, kita harus membayar uang ujian, belajar keras takut kita tidak lulus. Bahkan, disaat sakit kita masih berusaha belajar, dan ikut ujian. Bagi orang tua yang tidak punya uang, berhutang kesana-kemari, agar anaknya bisa ikut ujian sekolah. Padahal setelah lulus, belum tentu selembar kertas ijasah yang didapat itu, bisa dipakai mencari pekerjaan. Tetapi, kenapa disaat Tuhan menyediakan cobaan kepada kita, malah kita sering menolaknya? Bahkan didalam setiap doa, selalu meminta agar dijauhkan dari cobaan. Sebaliknya, disaat berdoa, selalu meminta kemudahan. Apakah mungkin, kita akan mendapatkan kemudahan tanpa melewati kesulitan? Sehingga akhirnya,  disaat kita ada masalah kecil, sudah menderita. Hal itu, karena kita tidak pernah belajar untuk mencoba disaat ada musibah. Dan, kita tidak pernah menyadari, bahwa dibalik musibah, pasti ada hikmah. Serta, merupakan anugerah bagi mereka yang beriman.

      Demikian, dan saya tutup dengan QS. A. Nasrah ( 94) : 1-8 : Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?,  dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu, . yang memberatkan punggungmu? Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,  sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.  Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. 


Semoga bermanfaat.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar